Islam dan Keadilan Sosial Bagi Kaum Buruh

By Admin Web 01 Mei 2025, 17:06:09 WIB Opini
Islam dan Keadilan Sosial Bagi Kaum Buruh

Keterangan Gambar : Hasbullah



Oleh, Hasbullah


Baca Lainnya :

Isu keadilan sosial bagi kaum buruh dalam Islam tidak hanya menjadi persoalan ekonomi dan hukum semata, melainkan merupakan bagian fundamental dari ajaran Islam yang menempatkan buruh sebagai manusia mulia dengan kehormatan yang langsung diberikan oleh Allah. Islam memandang buruh, bukan sekadar alat produksi atau pencari nafkah, melainkan sebagai saudara yang harus diperlakukan dengan adil, hormat, dan penuh penghargaan. Dalam perspektif ajaran Islam, bahwa seorang buruh memiliki kedudukan di muka bumi ini sebagai khalifah yang bertanggung jawab untuk memakmurkan bumi dan menegakkan keadilan sosial.

 

Oleh karena itu, hubungan antara tuan dan buruh, harus didasarkan pada prinsip keadilan, termasuk memberikan upah yang layak dan tepat waktu, beban kerja yang tidak melebihi kemampuan, serta perlindungan hak-hak buruh yang mencakup keselamatan dan kesejahteraan kerja. Islam dalam ajarannya sangat menolak eksploitasi dan penindasan, serta mendorong kemitraan dan kerja sama yang harmonis antara buruh dan majikan demi kesejahteraan bersama.


Paradigma ini, membuka pengetahuan dan pemahaman baru bahwa profesi buruh bukan sekadar alat mencari penghasilan, melainkan sarana spiritual dan kerja sosial untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, keberlanjutan, dan kemaslahatan umat manusia. Islam menegaskan, bahwa nilai kerja keras dari seorang buruh adalah bagian dari menjalankan amanah sebagai manusia yaitu menjadi kekhalifahan di muka bumi, sehingga hak-hak mereka harus dipenuhi sebagai bagian dari keadilan sosial yang diwajibkan. 


Dalam konteks ini, ulama dan tokoh agama memiliki tanggung jawab keilmuan, teologis, ideologis dan sosial budaya untuk aktif membela hak-hak buruh dan menegakkan keadilan dalam relasi kerja, bukan hanya mengajarkan ritual keagamaan semata. Dengan demikian, keadilan sosial bagi buruh dalam Islam menjadi jembatan antara nilai-nilai spiritual dan realitas sosial, budaya dan ekonomi, yang mengharuskan adanya perlindungan, penghormatan, dan penghargaan atas martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.


Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 30 menegaskan bahwa manusia diangkat sebagai khalifah di bumi, yang berarti mereka diberi amanah untuk memelihara, membangun, dan menegakkan keadilan di muka bumi. Posisi khalifah ini bukan sekadar jabatan kepemimpinan atas manusia lain, melainkan tanggung jawab yang sangat luas, termasuk menjaga keseimbangan alam dan mencegah kerusakan serta ketidakadilan. Imam At-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa kekhalifahan mencakup peran menjaga bumi dari kerusakan dan ketidakadilan sesuai kehendak Allah, sehingga setiap manusia, termasuk kaum buruh, yang bekerja keras dan cerdas dalam profesinya, sesungguhnya sedang menjalankan amanah ilahiah untuk memakmurkan bumi dan menegakkan keadilan sosial.


Dalam konteks ini, buruh bukan hanya pelaku ekonomi, melainkan bagian dari makna kekhalifahan yang memiliki tanggung jawab moral dan spiritual. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya, maka buruh yang mengelola dan mengerjakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab juga adalah khalifah yang harus menjaga amanah tersebut dengan adil dan bijaksana. Dengan demikian, buruh tidak hanya berhak mendapatkan upah yang layak dan perlakuan adil, tetapi juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan sosial dan lingkungan sebagai bagian dari tugas kekhalifahan di bumi


Tawaran Islam dan Perlindungan Hak-Hak Buruh

Islam menempatkan keadilan sebagai prinsip utama dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hubungan industrial. Al-Qur’an menegaskan, “Janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi” (QS. Asy-Syu’ara: 183). Prinsip ini menuntut agar setiap buruh mendapatkan hak-haknya secara adil, baik dalam bentuk upah layak, perlakuan manusiawi, maupun penghormatan atas kerja keras mereka.


Hadis Nabi Muhammad SAW juga sangat jelas dalam menegaskan perlindungan terhadap hak-hak buruh. Beliau bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya” (HR. Ibnu Majah). Ini adalah perintah tegas agar tidak menunda pembayaran upah dan memastikan hak buruh terpenuhi tanpa penundaan. Lebih dari itu, Nabi juga menegaskan bahwa pekerja adalah saudara, dan majikan wajib memperlakukan mereka secara adil dan manusiawi, tidak membebani mereka di luar batas kemampuannya, bahkan dianjurkan untuk membantu jika beban kerja terasa berat.


Begitu juga dengan keadilan sosial dalam Islam, tidak hanya bersifat individual, tetapi juga kolektif. Islam mendorong terbentuknya struktur sosial yang berkeadilan, termasuk dalam dunia kerja. Konsep keadilan ini, menuntut distribusi yang adil atas hasil produksi dan kekayaan, serta menolak segala bentuk eksploitasi dan penindasan. Dalam konteks hubungan industrial modern, Islam mendukung keberadaan serikat buruh sebagai sarana kolektif untuk memperjuangkan keadilan dan melindungi hak-hak pekerja. Bahkan, pembentukan serikat buruh dan aksi kolektif untuk menuntut keadilan sejalan dengan prinsip Islam tentang amar ma’ruf nahi munkar-mengubah kemungkaran dengan tangan, lisan, atau hati.


Maka Islam menawarkan sebuah konsep tentang buruh. Bahwa buruh dipandangan  bukan sekadar objek ekonomi, melainkan subjek peradaban dan kemajuan manusia. Pekerjaan buruh adalah ibadah, dan hasil kerja mereka adalah kontribusi nyata bagi kemaslahatan umat manusia. Al-Qur’an menegaskan, “Dan tidaklah akan disia-siakan amal perbuatan seorang pekerja di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan” (QS. Ali Imran: 195). Ini adalah pengakuan spiritual atas nilai dan martabat buruh, terlepas dari status sosial, gender, atau latar belakang ekonomi.


Maka  di era modern ini, tantangan terbesar adalah bagaimana menerjemahkan prinsip-prinsip Islam tentang keadilan sosial ke dalam kebijakan dan praktik hubungan industrial. Oleh karena itu Negara, sebagai pemangku amanah publik, wajib memastikan regulasi yang melindungi hak-hak buruh, mendorong dialog sosial kemanusiaan, dan juga memberantas segala bentuk eksploitasi baik itu tenaga, waktu dan manusianya. Dari sini, seluruh pengusaha juga diminta untuk menginternalisasi nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan dalam pengelolaan dan merawat tenaga kerja.


Islam menawarkan kerangka etik dan spiritual yang kokoh untuk memperjuangkan keadilan sosial bagi kaum buruh. Dengan menempatkan buruh sebagai khalifah, Islam mengangkat martabat mereka, sekaligus menuntut perlakuan yang adil, manusiawi, dan bermartabat. Paradigma ini menantang umat Islam untuk terus memperjuangkan keadilan sosial, tidak hanya sebagai tuntutan ekonomi, tetapi juga sebagai manifestasi iman dan tanggung jawab kekhalifahan di bumi. Dengan demikian, perjuangan buruh dalam Islam adalah bagian dari upaya besar membangun peradaban yang adil, beradab, dan berkeadilan sosial.(*)



Penulis:

Hasbullah, Wakil Ketua Majelis Dikdasmen &PNF PWM Lampung, Dosen di Universitas Muhammadiyah Pringsewu, Founder Tadarus Kehidupan.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Lampung


Kanan - Iklan Sidebar

Temukan juga kami di

Ikuti kami di facebook, twitter, Instagram, Youtube dan dapatkan informasi terbaru dari kami disana.

STATISTIK PENGUNJUNG

  • User Online : 2
  • Today Visitor : 80
  • Hits hari ini : 428
  • Total pengunjung : 45855