- PP Muhammadiyah Instruksikan Infak Jumat Kemanusiaan
- Leadership Camp Hizbul Wathan Lampung 2025 Siap Digelar
- Merespon Peringatan BMKG: Belajar dari Bencana Aceh, Sumbar dan Sumut
- Puncak Milad ke-113 Muhammadiyah PDM Lampung Selatan
- 330 KK Terisolir di Agam, MDMC Lampung Tempuh Jalur Ekstrem untuk Menjangkau
- Relawan Muhammadiyah Lampung Pendampingan Psikososial dan Kesehatan
- Muhammadiyah Lampung Himpun Dana 8 Ratus Juta untuk Bencana Sumatera
- Relawan MDMC Lampung Jangkau Daerah Terisolir di Sumatera
- 15 Relawan Muhammadiyah Lampung Dikirim ke Sumatera Barat
- Majelis Tabligh PWM Lampung Gelar Kajian dan Pembinaan Regional Zona IV
Merespon Peringatan BMKG: Belajar dari Bencana Aceh, Sumbar dan Sumut

Oleh: Satrio Budi Wibowo
Ketua MDMC Wilayah Lampung
Baca Lainnya :
- 330 KK Terisolir di Agam, MDMC Lampung Tempuh Jalur Ekstrem untuk Menjangkau0
- Relawan Muhammadiyah Lampung Pendampingan Psikososial dan Kesehatan0
- Muhammadiyah Lampung Himpun Dana 8 Ratus Juta untuk Bencana Sumatera0
- 15 Relawan Muhammadiyah Lampung Dikirim ke Sumatera Barat0
- MDMC Lampung Minta BPBD Lampung Bentuk Forum PRB dan Sekber SPAB0
Akhir-akhir ini, layar televisi dan lini masa media sosial dipenuhi visual memilukan dari sejumlah wilayah di Pulau Sumatera. Badai dan banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara bukan sekadar fenomena alam rutin, melainkan kejadian ekstrem yang dipicu oleh siklon tropis dan anomali cuaca. Dampaknya meninggalkan kerusakan masif serta duka mendalam.
Di balik bencana tersebut tersimpan pelajaran berharga: ketidaksiapan masyarakat terbukti memperburuk skala kerusakan dan memperbanyak korban jiwa. Kita memang tidak dapat menolak takdir alam, tetapi kita dapat meminimalkan risikonya.
Kini saatnya Provinsi Lampung bercermin dan memperkuat kesiapsiagaan. Masyarakat tidak boleh lengah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi pembentukan bibit siklon. Dikutip dari detik.com, daerah yang perlu meningkatkan kewaspadaan meliputi Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa–Bali, NTB, NTT, Maluku, Papua Selatan, dan Papua Tengah.
Meski pusat siklon mungkin tidak berada tepat di atas wilayah kita, dampak tidak langsung berupa “ekor siklon” tetap berpotensi menimbulkan bencana. Fenomena ini dapat menarik massa udara yang memicu angin kencang, gelombang tinggi, serta hujan ekstrem berdurasi panjang—kombinasi sempurna yang dapat menyebabkan banjir bandang maupun longsor.
Kesiapsiagaan tidak boleh berhenti pada slogan di spanduk jalanan. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan—bekas jalur banjir bandang, kawasan cekungan, bantaran sungai, dan lereng bukit—harus menerapkan mitigasi praktis. Salah satu pedoman yang mudah diingat adalah Rumus 2-2.
Apa itu Rumus 2-2?
Jika hujan deras turun terus-menerus lebih dari 2 jam, hingga jarak pandang berkurang sampai sekitar 20 meter karena intensitas hujan, maka segera bersiap evakuasi. Jangan menunggu air masuk rumah atau menunggu genangan mencapai mata kaki. Dalam kondisi banjir bandang dan longsor, detik-detik pengambilan keputusan sangat menentukan keselamatan.
Kesiapsiagaan harus dibangun secara kolektif dari tingkat kelurahan, RW, RT, hingga keluarga. Pertanyaan mendasar dan krusial harus dijawab sejak sekarang: “Jika banjir datang, ke mana kita harus menyelamatkan diri?”
Jalur evakuasi harus disepakati dan dipahami seluruh anggota keluarga, termasuk anak-anak dan lansia. Jangan sampai kepanikan muncul hanya karena ketidaktahuan arah penyelamatan diri.
Selain keselamatan jiwa, perlindungan dokumen penting juga wajib diperhatikan. Banyak penyintas bencana selamat secara fisik tetapi kesulitan memulihkan kehidupan karena dokumen berharga hilang. Siapkan Tas Siaga Bencana dan bungkus dokumen seperti ijazah, akta kelahiran, sertifikat tanah, STNK, BPKB, hingga surat penting lainnya dengan plastik kedap air atau ziplock berlapis. Simpan dalam satu tas yang mudah dijangkau dan siap dibawa kapan pun.
Sebagian orang mungkin menganggap langkah-langkah ini berlebihan. Namun di tengah ketidakpastian iklim dan bencana yang makin ekstrem, kewaspadaan ekstra justru menjadi kebutuhan. Lebih baik dianggap “terlalu waspada” daripada terlambat bertindak dan menanggung penyesalan.
Belajar dari Aceh, Sumbar, dan Sumut, mari jadikan duka mereka sebagai pemantik kesiapsiagaan kita. Selamatkan diri dan keluarga sebelum alam memberi peringatan yang lebih keras.(*)










